Rangkuman Materi Dinamika Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia
Materi Dinamika Persatuan dan Kesatuan Bangsa dalam Konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia - Kata kunci yang harus dipahami dalam mempelajari materi pada bab ini adalah persatuan, kesatuan, unitarisme, dan negara kesatuan.
Pada bab ini akan diajak untuk menelusuri dinamika persatuan dan kesatuan di Indonesia. Setelah mempelajari bab ini, diharapkan mampu mengevaluasi dinamika persatuan bangsa sebagai upaya menjaga dan mempertahankan NKRI.
|
---|
A. Hakikat Negara Kesatuan Republik Indonesia
1. Konsep Negara Kesatuan (Unitarisme)
Negara kesatuan adalah negara bersusun tunggal, yakni kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah pusat yang memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar.
Hakikat negara kesatuan yang sesungguhnya adalah kedaulatan tidak terbagi-bagi baik ke luar maupun ke dalam dan kekuasaan pemeritah pusat tidak dibatasi.
Negara kesatuan sering juga disebut sebagai negara unitaris, unity. yaitu negara tunggal (satu negara) yang monosentris (berpusat satu), terdiri hanya satu negara, satu pemerintahan, satu kepala negara, satu badan legislatif yang berlaku bagi seluruh wilayah negara.
Hubungan antara pemerintah pusat dengan rakyat dan daerahnya dapat dijalankan secara langsung.
Dalam negara kesatuan hanya ada satu konstitusi, satu kepala negara, satu dewan menteri (kabinet), dan satu parlemen.
Pemerintah pusat yang memegang wewenang tertinggi dalam segala aspek pemerintahan.
Negara kesatuan mempunyai dua sistem, yaitu sentralisasi dan desentralisasi.
- Negara kesatuan bersistem sentralisasi: semua hal diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah hanya menjalankan perintah-perintah dan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat.
- Negara kesatuan bersistem desentralisasi: daerah diberi kekuasaan untuk mengatur rumah tangganya sendiri (otonomi, swatantra). Meskipun demikian, pemerintah pusat tetap memegang kekuasaan tertinggi.
Indonesia merupakan negara kesatuan yang menganut sistem desentralisasi melalui mekanisme otonomi daerah.
Dengan sistem ini, pemerintah pusat memberikan sebagian kewenangan pemerintahan kepada daerah otonom (provinsi dan kabupaten kota).
Akan tetapi, ada kewenangan yang tidak diberikan kepada daerah otonom, yaitu kewenangan dalam bidang politik luar negeri, agama, yustisi, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal nasional.
2. Karakteristik Negara Kesatuan Republik Indonesia
Karakteristik negara Indonesia adalah menjadi negara kesatuan.
Bentuk negara kesatuan sejalan dengan paham negara integralistik yang melihat bangsa sebagai suatu organisme (Soepomo dalam Sidang BPUPKI).
Kesepakatan ini tercermin dalam rapat-rapat Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam menyusun konstitusi atau UUD yang tertinggi dalam negara.
Pembentukan negara kesatuan bertujuan untuk menyatukan seluruh wilayah Nusantara agar menjadi negara yang besar dan kukuh dengan kekuasaan negara yang bersifat sentralistik.
Perubahan UUD NRI Tahun 1945 mengukuhkan keberadaan Indonesia sebagai negara kesatuan dan menghilangkan keraguan terhadap pecahnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kesepakatan untuk tetap mempertahankan bentuk negara kesatuan didasari pertimbangan bahwa negara kesatuan adalah bentuk yang ditetapkan sejak awal berdirinya negara Indonesia dan dipandang paling tepat untuk mewadahi ide persatuan sebuah bangsa yang majemuk ditinjau dari berbagai latar belakang (dasar pemikiran).
Karakteristik Negara Kesatuan Indonesia juga dapat dipandang dari segi kewilayahan. Pasal 25A UUD NRI Tahun 1945 menentukan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan oleh undang-undang”.
Istilah Nusantara dalam ketentuan tersebut dipergunakan untuk menggambakan kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia yang terletak di antara Samudra Pasifik dan Samudra Indonesia serta di antara Benua Asia dan Benua Australia.
Kesatuan wilayah tersebut juga mencakup:
- kesatuan politik
- kesatuan hukum
- kesatuan sosialbudaya
- kesatuan ekonomi
- kesatuan pertahanan dan keamanan.
Dengan demikian, meskipun wilayah Indonesia terdiri atas ribuan pulau, tetapi semuanya terikat dalam satu kesatuan negara yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B. Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia dari Masa Ke Masa
Berikut dinamika persatuan dan kesatuan bangsa dari masa ke masa, yang difokuskan kepada kondisi politik ketatanegaraan serta contoh gerakan-gerakan yang merongrong persatuan dan kesatuan bangsa.
1. Persatuan dan Kesatuan Bangsa pada Masa Revolusi Kemerdekaan (18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949)
Pada periode ini, bentuk NRI adalah kesatuan, dengan bentuk pemerintahan adalah republik yang mana presiden berkedudukan sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara.
Sistem pemerintahan yang dipakai adalah sistem pemerintahan presidensial.
Dalam periode ini, yang dipakai sebagai pegangan adalah Undang-Undang Dasar 1945. Akan tetapi dalam pelaksanaannya belum dapat dijalankan secara murni dan konsekuen.
Provinsi yang baru dibentuk terdiri atas delapan wilayah yang terdiri atas Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Borneo, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil.
MPR/DPR RI belum dimanfaatkan karena pemilihan umum belum diselenggarakan.
Lembaga-lembaga tinggi negara lain yang disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 seperti MPR, DPR, DPA, BPK, dan MA belum dapat diwujudkan sehubungan dengan keadaan darurat dan harus dibentuk berdasarkan undang-undang.
Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 secara langsung memberikan kekuasaan yang teramat luas kepada presiden.
Untuk melawan propaganda Belanda pada dunia internasional, maka pemerintah RI mengeluarkan tiga buah maklumat.
- Maklumat Wakil Presiden Nomor X (baca eks) tanggal 16 Oktober 1945 yang menghentikan kekuasaan luar bisa dari Presiden sebelum masa waktunya berakhir (seharusnya berlaku selam enam bulan).
- Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945, tentang pembentukan partai politik yang sebanyak-banyaknya oleh rakyat.
- Maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945, yang intinya mengubah sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer.
Ketiga maklumat di atas memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia.
Maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945 telah membawa perubahan total dalam sistem pemerintahan negara kita.
Pada tanggal tersebut, Indonesia memulai kehidupan baru sebagai penganut sistem pemerintahan parlementer.
Dengan sistem ini, presiden tidak lagi mempunyai rangkap jabatan, presiden hanya sebagai kepala negara, sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri.
Kabinet dalam hal ini para menteri tidak bertanggung jawab kepada presiden, tetapi kepada DPR yang kekuasaannya dipegang oleh BP KNIP.
Akan tetapi, pada kenyataannya, sistem ini justru membawa bangsa Indonesia ke dalam keadaan yang tidak stabil.
Sistem pemerintahan parlementer tidak berjalan lama. Sistem tersebut berlaku mulai tanggal 14 November 1945 dan berakhir pada tanggal 27 Desember 1949. Dalam rentang waktu itu, terjadi beberapa kali pergantian kabinet.
Kondisi pemerintahan tidak stabil karena kabinet yang dibentuk tidak bertahan lama serta rongrongan kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia.
Periode ini juga ditandai dengan munculnya gerakan-gerakan separatis dengan tujuan mendirikan negara baru yang memisahkan diri dari NKRI. Adapun gerakan-gerakan tersebut di antaranya sebagai berikut.
- Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) Madiun 1948
- Gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Daerah Jawa Barat
2. Persatuan dan Kesatuan Bangsa pada Masa Republik Indonesia Serikat (27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950)
Federalisme pernah diterapkan di Indonesia pada rentang 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950.
Pada masa ini, yang dijadikan sebagai pegangan adalah Konstitusi Republik Indonesia Serikat tahun 1949.
Berdasarkan konstitusi tersebut, bentuk negara kita adalah serikat atau federasi dengan 15 negara bagian.
Bentuk pemerintahan yang berlaku pada periode ini adalah republik.
Ciri republik diterapkan ketika berlangsungnya pemilihan Ir. Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Drs. Moh. Hatta sebagai Perdana Menteri.
Sistem pemerintahan yang dianut pada periode ini adalah sistem parlementer kabinet semu (quasi parlementer), dengan karakteristik sebagai berikut.
- Pengangkatan perdana menteri dilakukan oleh Presiden, bukan oleh parlemen sebagaimana lazimnya
- Kekuasaan perdana menteri masih dicampurtangani oleh Presiden.
- Pembentukan kabinet dilakukan oleh Presiden bukan oleh parlemen.
- Pertanggungjawaban kabinet adalah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), namun harus melalui keputusan pemerintah
- Parlemen tidak mempunyai hubungan erat dengan pemerintah sehingga DPR tidak punya pengaruh besar terhadap pemerintah.
- Presiden RIS mempunyai kedudukan rangkap, yaitu sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Keputusan untuk memilih bentuk negara serikat, sebagaimana telah diuraikan di muka, merupakan politik pecah belahnya kaum penjajah.
Hasil kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar, memang mengharuskan Indonesia berubah dari negara kesatuan menjadi negara serikat.
Pada 8 Maret 1950, Pemerintah Federal mengeluarkan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1950, yang isinya mengatur tata cara perubahan susunan kenegaraan negara RIS.
Dengan adanya undang-undang tersebut, hampir semua negara bagian RIS menggabungkan diri dengan NRI yang berpusat di Yogyakarta. Akhirnya, Negara RIS hanya memiliki tiga negara bagian, yaitu NRI, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatra Timur.
Kondisi itu mendorong RIS berunding dengan pemerintahan RI untuk membentuk negara kesatuan.
Pada tanggal 19 Mei 1950, dicapai kesepakatan yang dituangkan dalam piagam perjanjian.
Disebutkan pula dalam perjanjian tersebut bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menggunakan undang-undang dasar baru yang merupakan gabungan dua konstitusi yang berlaku, yakni konstitusi RIS dan juga Undang-Undang Dasar 1945 yang menghasilkan UUDS 1950.
Pada masa Republik Indonesia Serikat juga terdapat gerakan-gerakan separatis yang terjadi beberapa wilayah Indonesia, di antaranya:
- Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)
- Pemberontakan Andi Azis di Makassar
- Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS)
3. Persatuan dan Kesatuan Bangsa pada Masa Demokrasi Liberal (17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959)
Pada periode ini, Indonesia menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Tahun 1950 (UUDS 1950) yang berlaku mulai tanggal 17 Agustus 1950.
UUDS RI 1950 merupakan perubahan dari Konstitusi RIS yang diselenggarakan sesuai dengan Piagam Persetujuan antara pemerintah RIS dan Pemerintah RI pada tanggal 19 Mei 1950.
Bentuk negara Indonesia pada periode ini adalah kesatuan yang kekuasaannya dipegang oleh pemerintah pusat. Hubungan dengan daerah didasarkan pada asas desentralisasi.
Bentuk pemerintahan yang diterapkan adalah republik, dengan kepala negara adalah seorang presiden yang dibantu oleh seorang wakil presiden. Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali mengisi dua jabatan tersebut.
Sistem pemerintahan yang dianut pada periode ini adalah sistem pemerintahan parlementer dengan menggunakan kabinet parlementer yang dipimpin oleh seorang perdana menteri.
Alat-alat perlengkapan negara meliputi Presiden dan Wakil Presiden, menteri-menteri, Dewan Perwakilan rakyat, Mahkamah Agung, dan Dewan Pengawas Keuangan.
Praktik sistem pemerintahan parlementer yang diterapkan pada masa berlakunya UUDS 1950 ini ternyata tidak membawa bangsa Indonesia ke arah kemakmuran, keteraturan dan kestabilan politik.
Hal ini tercermin dari jatuh bangunnya kabinet dalam kurun waktu antara 1950-1959 telah terjadi 7 kali pergantian kabinet.
Hal yang menyebabkan kondisi negara kacau pada periode ini adalah tidak berhasilnya badan konstituante menyusun undang-undang dasar yang baru.
- Pembubaran konstituante
- Memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
- Pembentukan MPR dan DPA sementara
Pada periode ini juga terjadi beberapa gerakan separatis di daerah di antaranya:
- Gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII)
- Pemberontakan PRRI/Permesta (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/Perjuangan Rakyat Semesta)
4. Persatuan dan Kesatuan Bangsa pada Masa Orde Lama (5 Juli 1959 sampai dengan 11 Maret 1966 )
Dekret Presiden tanggal 5 Juli 1959 telah membawa kepastian di negara Indonesia.
Negara kita kembali menggunakan UUD 1945 sebagai konstitusi negara yang berkedudukan sebagai asas penyelenggaraan negara.
Sejak berlakunya kembali UUD 1945, Presiden berkedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Kabinet yang dibentuk pada tanggal 9 Juli 1959 dinamakan Kabinet Kerja yang terdiri atas:
- Kabinet Inti,
- Menteri-menteri ex officio
- Menteri-menteri muda sebanyak 60 orang.
Pada periode ini muncul pemikiran di kalangan para pemimpin bangsa Indonesia, yang dipelopori Presiden Soekarno, yang memandang bahwa pelaksanaan demokrasi liberal pada periode yang lalu hasilnya sangat mengecewakan.
Sebagai akibat dari kekecewaan tersebut, presiden Soekarno mencetuskan konsep demokrasi terpimpin.
Pada mulanya, ide demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Namun, lama kelamaan, bergeser menjadi dipimpin oleh Presiden/Pemimpin Besar Revolusi. Maka, akhirnya segala sesuatunya didasarkan kepada kepemimpinan penguasa dalam hal ini pemerintah.
Pelaksanaan pemerintahan pada periode ini, meskipun berdasarkan UUD 1945, tetapi kenyataanya banyak terjadi penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945.
Berikut ini adalah beberapa penyimpangan selama pelaksanaan demokrasi terpimpin.
- Membubarkan DPR hasil pemilu dan menggantikannya dengan membentuk DPR Gotong Royong (DPRGR) yang anggotannya diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
- Membentuk MPR sementara yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
- Penetapan Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup oleh MPRS.
- Membentuk Front Nasional melalui Penetapan Presiden No.13 Tahun 1959 yang anggotanya berasal dari berbagai organisasi kemasyarakatan dan organisasi sosial politik yang ada di Indonesia.
- Terjadinya pemerasan dalam penghayatan Pancasila.
Gagasan Nasakom inilah yang memberi peluang bangkitnya Partai Komunis Indonesia (PKI).
Karena merasa mempunyai posisi yang kuat, PKI melakukan pemberontakan pada tanggal 30 September 1965 yang menewaskan tujuh orang perwira TNI Angkatan Darat.
5. Persatuan dan Kesatuan pada Masa Orde Baru (11 Maret 1966 sampai dengan 21 Mei 1998)
Kepemimpinan Presiden Soekarno dengan demokrasi terpimpinnya, akhirnya jatuh pada tahun 1966.
Jatuhnya Soekarno menandai berakhirnya masa Orde Lama dan digantikan oleh kekuatan baru, yang dikenal dengan sebutan Orde Baru yang dipimpin Soeharto.
Ia muncul sebagai pemimpin Orde Baru yang siap untuk membangun kembali pemerintahan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen.
Prioritas utama yang dilakukan oleh Pemerintahan Orde Baru bertumpu pada pembangunan ekonomi dan stabilitas nasional yang mantap.
Ekses dari kebijakan tersebut adalah digunakannya pendekatan keamanan dalam rangka mengamankan pembangunan nasional.
Selama memegang kekuasaan negara, pemerintahan Orde Baru tetap menerapkan sistem pemerintahan presidensial.
Kelebihan dari sistem pemerintahan Orde Baru:
- Perkembangan pendapatan per kapita masyarakat Indonesia yang pada tahun 1968 hanya 70 dolar Amerika Serikat dan pada 1996 telah mencapai lebih dari 1.000 dolar Amerika Serikat.
- Suksesnya program transmigrasi.
- Suksesnya program Keluarga Berencana.
- Sukses memerangi buta huruf.
Dalam perjalanan pemerintahannya, Orde Baru melakukan beberapa penyimpangan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Beberapa penyimpangan konstitusional yang paling menonjol pada masa Pemerintahan Orde Baru sekaligus menjadi kelemahan sistem pemerintahan Orde Baru adalah sebagai berikut:
- Bidang ekonomi: Penyelengaraan ekonomi tidak didasarkan pada pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.
- Bidang Politik: Kekuasaan berada di tangan lembaga eksekutif.
- Bidang hukum: Perundang-undangan yang mempunyai fungsi untuk membatasi kekuasaan presiden kurang memadai, sehingga kesempatan ini memberi peluang terjadinya praktik KKN dalam pemerintahan.
Segala penyimpangan yang disebutkan di atas mengakibatkan negara Indonesia terjerembab pada suatu keadaan krisis multidimensional.
Kondisi yang mencemaskan ini telah membangkitkan gerakan reformasi menumbangkan rezim otoriter.
Maka pada tanggal 21 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri. Sebagai gantinya, B.J Habibie yang ketika itu menjabat sebagai wakil presiden, dilantik sebagai Presiden RI yang ketiga.
Masa jabatan Presiden B.J Habibie berakhir setelah pertanggungjawabannya ditolak oleh sidang Umum MPR pada tanggal 20 Oktober 1999.
6. Persatuan dan Kesatuan pada Masa Reformasi (Periode 21 Mei 1998-sekarang)
Periode ini disebut juga era reformasi.
Gejolak politik di era reformasi semakin mendorong usaha penegakan kedaulatan rakyat dan bertekad untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menghancurkan kehidupan bangsa dan negara.
Bangsa Indonesia bertekad untuk menciptakan sistem pemerintahan yang demokratis. Untuk itu, perlu disusun pemerintahan yang konstitusional atau pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi.
Pemerintah konstitusional bercirikan bahwa konstitusi negara itu berisi:
- adanya pembatasan kekuasaan pemerintahan atau eksekutif
- jaminan atas hak asasi manusia dan hak-hak warga negara.
Berdasarkan hal itu, salah satu bentuk reformasi yang dilakukan oleh bangsa Indonesia adalah melakukan perubahan atau amandemen atas Undang-Undang Dasar 1945.
Amandemen atas UUD 1945 telah dilakukan oleh MPR sebanyak empat kali, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.
Perubahan UUD 1945 pada hakikatnya tidak mengubah sistem pemerintahan Indonesia. Baik sebelum maupun sesudah perubahan, sistem pemerintahan Indonesia tetap presidensial.
Perubahanperubahan mendasar dalam ketatanegaraan Indonesia setelah perubahan UndangUndang Dasar 1945, yaitu:
- Kedaulatan di tangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 1 ayat (2)).
- MPR merupakan lembaga bikameral, yaitu terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD (Pasal 2 ayat (1)).
- Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat (Pasal 6A ayat (1)).
- Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan (Pasal 7).
- Pencantuman hak asasi manusia (Pasal 28A-28J).
- Penghapusan DPA sebagai lembaga tinggi negara.
- Presiden bukan mandataris MPR.
- MPR tidak lagi menyusun GBHN.
- Pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY) (Pasal 24B dan 24C).
- Anggaran pendidikan minimal 20% (Pasal 31 ayat (4)).
- Negara kesatuan tidak boleh diubah (Pasal 37 ayat (5)).
- Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 dihapus.
Catatan:
Negara kesatuan adalah negara bersusun tunggal, yakni kekuasaan untuk mengatur seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah pusat memegang kedaulatan sepenuhnya, baik ke dalam maupun ke luar.
Negara kesatuan dapat dibedakan menjadi dua macam sistem, yaitu sentralisasi dan desentralisasi.
Wujud Negara Kesatuan Republik Indonesia semakin kukuh setelah dilakukan perubahan dalam UUD NRI Tahun 1945, yang dimulai dari adanya ketetapan Majelis Permusyarawatan Rakyat yang salah satunya adalah tidak mengubah Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 dan tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk fi nal negara bagi bangsa Indonesia.
Sejarah mencatat ada enam periode besar proses penyelanggaraan negara dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, hal tersebut terjadi terutama karena adanya pergantian undang-undang dasar, yaitu periode 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949, periode 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950, periode 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959, periode 5 Juli 1959 sampai dengan 11 Maret 1966 (Masa Orde Lama), periode 11 Maret 1966 sampai dengan 21 Mei 1998 (masa Orde Baru), dan periode 21 Mei 1998-sekarang (masa reformasi).
Persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia pernah diuji kekokohannya dengan munculnya beberapa gerakan separatis seperti pemberontakan PKI di Madiun, Pemberontakan DI/TII, Pemberontakan APRA, Pemberontakan Andi Azis, Pemberontakan Republik Maluku Selatan, PRRI/Permesta, dan G 30 S/PKI. Akan tetapi semua gerakan tersebut tidak berhasil menggoyang persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang dibuktikan dengan tetap kukuhnya NKRI.
GLOSARIUM