Rangkuman Materi Hikayat Bahasa Indonesia Kelas 10
Rangkuman Materi Hikayat - Hikayat adalah: Pengertian hikayat, ciri-ciri hikayat, jenis-jenis hikayat, isi hikayat, unsur-unsur hikayat, fungsi hikayat, bentuk hikayat, nilai-nilai hikayat, karakteristik hikayat, dan contoh hikayat. Materi bahasa Indonesia kelas 10.
Daftar isi
|
---|
A. Pengertian Hikayat
Hikayat adalah karya sastra lama jenis cerita rakyat berbentuk prosa yang berisikan tentang suatu kisah, cerita, atau dongeng dan disajikan dengan menggunakan bahasa Melayu klasik.
Istilah hikayat berasal dari Bahasa Arab, yaitu “haka” yang artinya “bercerita atau menceritakan”. Bisa juga dari kata "hikayah" yang artinya "kisah, dongeng atau cerita".
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hikayat adalah karya sastra lama Melayu berbentuk prosa yang berisi cerita, undang-undang, dan silsilah bersifat rekaan, keagamaan, historis, biografis, atau gabungan sifat-sifat itu, dibaca untuk pelipur lara, pembangkit semangat juang, atau sekadar untuk meramaikan pesta.
Tema cerita hikayat pada umumnya mengisahkan tentang kepahlawanan atau kehebatan seseorang dengan keajaiban dan mukjizatnya.
Cerita yang mengisahkan tentang kehebatan atau kepahlawanan tokoh seseorang disertai dengan keanehan, kesaktian, dan mukjizat yang mungkin tidak masuk akal dari tokoh utama atau tokoh pada cecrita hikayat tersebut.
Isi hikayat terbagi ke dalam beberapa jenis, diantaranya yaitu cerita-cerita Islam, cerita berbingkat, cerita rakyat, cerita india, cerita dari jawa, sejarah biografi.
Isi hikayat berupa siapa tokohnya, apa yang dilakukan, bagaimana dia melakukan, dengan siapa dia melakukan, dimana dia melakukan, apa hasil dari yang dilakukan, dan sebagainya.
Fungsi hikayat sebagai pembangkit semangat atau penghibur “pelipur lara”, atau hanya digunakan sebagai meramaikan sebuah pesta.
Tujuan hikayat sebagai cerita atau bacaan untuk hiburan, pelipur lara, atau bisa juga buat membangkitkan semangat juang.
Dengan tujuan tersebut, cerita pada hikayat biasanya berakhir bahagia atau dimenangkan oleh tokoh yang baik sebagai tokoh utama atau pahlawan.
B. Ciri-ciri Hikayat
- Menggunakan bahasa Melayu klasik.
- Pralogis: Ceritanya sulit dinalar atau diterima akal.
- Istana Sentries: Pusat cerita di lingkungan istana dan berlatar belakang kerajaan.
- Anonim: Tidak diketahui siapa pengarang cerita hikayat tersebut (penyampaian dari lisan ke lisan).
- Statis: Bersifat baku dan tetap, kisah yang diangkat dan segala hal dalam hikayat memiliki kemiripan dengan cerita hikayat yang lainnya.
- Menggunakan Kata Arkhais: kata-kata atau bahasa yang digunakan pada masa lampau yang kini tidak lazim digunakan (cth: sebermula, hatta, dan syahdan).
- Komunal: Karya hikayat menjadi milik masyarakat.
- Menggunakan Bahasa Klise: Menggunakan bahasa yang diulang-ulang.
- Edukasi: hikayat memiliki amanat baik yang dapat dijadikan pembelajaran oleh para pembacanya.
- Didaktis: bersifat didaktis atau mendidik baik secara moral atau secara religi.
- Kesaktian: Tokoh atau benda digambarkan memiliki kekuatan supernatural atau sakti.
- Bersifat Tradisional: Hikayat bersifat tradisional atau meneruskan budaya, tradisi, kebiasaan yang dianggap baik.
- Konflik di dalam hikayat menggambarkan kebaikan menang melawan keburukan.
C. Jenis-jenis Hikayat
1. Hikayat Berdasarkan Isinya
- Sejarah: Cerita hikaya yang sering dikaitkan dengan kisah-kisah sejarah yang pernah terjadi pada suatu masa.
- Biografi: Cerita hikayat yang berfokus terhadap satu tokoh utama saja.
- Agama: Cerita hikayat yang menceritakan tentang salah satu tokoh agama atau nilai-nilai agama.
- Peristiwa: Cerita hikayat yang menceritakan tentang suatu peristiwa besar yang pernah terjadi dan dalam penggambarannya dipercantik dengan keajaiban-keajaiban dan mukjizat.
- Cerita: Cerita hikayat mengisahkan cerita-cerita seperti roman percintaan, keluarga, adab, dan lainnya, seperti hikayat maling kundang.
2. Hikayat Berdasarkan Asalnya
- Melayu Asli (cth: Hikayat Hang Tuah, Hikayat Indera Bangsawan, Hikayat Malim Deman dan Hikayat Si Miskin)
- Pengaruh Jawa (cth: Hikayat Panji Semirang, Hikayat Cekel Weneng Pati dan Hikayat Indera Jaya)
- Pengaruh India (Berunsur agama Hindu, cth: Hikayat Perang Pandhawa yang diambil dari kisah Mahabarata)
- Pengaruh Arab-Persia (contoh: Hikayat Seribu Satu Malam, Hikayat Bachtiar dan juga Hikayat Amir Hamzah)
Download Rangkuman Materi Pelajaran Tingkat SMP dan SMA |
---|
Buka/Unduh
D. Unsur-unsur Hikayat
Unsur-unsur hikayat terdiri dari unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
1. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur membangun dari dalam suatu cerita.
- Tema: Sebuah gagasan yang mendasari dari cerita hikayat.
- Latar: Gambaran tempat, waktu, dan situasi atau suasana pada cerita hikayat.
- Alur: Rangkaian atau jalinan peristiwa dalam cerita hikayat.
- Amanat: Sebuah pesan yang disampaikan oleh pengarang dengan melalui sebuah cerita hikayat.
- Tokoh: Seorang pemeran dalam cerita. Sedangkan penokohan merupakan penggambaran watak dari tokoh cerita hikayat.
- Sudut pandang: Pusat pengisahan darimana sebuah cerita dikisahkan oleh pencerita.
- Gaya: Bagaimana penyampaian pengarang cerita atau penulis cerita menyajikan sebuah cerita menggunakan bahasa dan juga unsur-unsur keindahan lainnya.
2. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik pada hikayat adalah unsur yang menciptakan dan membangun dari luar suatu cerita.
Cerita hikayat merupakan karya sastra yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya faktor pengaruh dari luar, seperti kebudayaan, tradisi, selera masyarakat, kejiwaan masyarakat.
Cerita hikayat memiliki keberagaman dari situasi atau kondisi pada masayarakat waktu, seperti kondisi adat istiadat, religi atau kondisi sosial.
Unsur ekstrinsik pada hikayat biasanya berhubungan dengan latar belakang (background) cerita, seperti latar belakang agama, adat, budaya serta lain sebagainya.
Unsur ekstrinsik hikayat juga berkaitan dengan nilai/norma kehidupan dalam cerita, contohnya ialah seperti nilai moral, nilai agama, nilai budaya, nilai sosial, dan lain sebagainya.
E. Bentuk Hikayat
Hikayat yang berasal dari beberapa percampuran budaya ini menghadirkan banyak jenis dan bentuk. Bentuk hikayat dilihat dari cara penggambarannya.
Hikayat lahir dan terbentuk dari beberapa budaya atau situasi yang ada disekitarnya.
Beberapa bentuk hikayat yang tersebar di masyarakat.
- Hikayat Cerita Rakyat: Cerita hikayat yang digambarkan dengan jenaka seperti mengisahkan asal muasal suatu tempat atau benda (contoh: Hikayat Rhang Manyang).
- Roman: Cerita hikayat mengenai kisah kasih asmara atau kisah rumah tangga (contoh: Hikayat Putroe Gambak Meuh).
- Epos: Cerita hikayat tentang kepahlawanan seseorang. (contoh: Hikayat Prang Kompeuni).
- Tambeh: Bentuk cerita hikayat yang menceritakan pedoman kehidupan yang banyak mengandung amanat yang dapat dipetik. (contoh: Tambek Tujoh Blah).
- Chara (Biografi): Bentuk cerita hikayat yang berfokus pada seorang tokoh baik atau terpuji. (contoh: Hikayat Hiyaken Tujoh).
F. Nilai-nilai Hikayat
Nilai-nilai hikayat merupakan nilai-nilai yang terdapat dalam cerita hikayat yang masih sesuai dengan nilai kehidupan masa kini.
Nilai-nilai hikayat biasanya tampak pada karakter tokoh cerita tersebut.
- Nilai religius (Agama): Nilai yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap Tuhan Sang Maha Pencipta.
- Nilai sosial: Nilai yang berhubungan dengan norma-norma bermasyarakat dalam berinteraksi terhadap sesama.
- Nilai Budaya: Nilai yang berkaitan dengan kebudayaan suatu daerah seperti adat istiadat dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
- Nilai Pendidikan: Nilai yang berkaitan dengan pembelajaran tentang ilmu pengetahuan, adab sopan santun, atau sikap dan tata laku seseorang.
- Nilai Moral: Nilai yang berkaitan dengan baik buruknya sikap atau perbuatan tokoh pada suatu perbuatan yang berlaku dalam masyarakat.
- Nilai Didaktis: Nilai yang berkaitan dengan penggunaan karya sastra sebagai alat pengajaran atau pembinaan moral, keagamaan dan estetika.
- Nilai estetis: Nilai yang berhubungan dengan keindahan berbahasa dalam sastra, terlepas dari pertimbangan-pertimbangan moral, sosial, politik praktis, dan ekonomis, bersifat imajinatif dan fiktif dan mengandung konotatif dan makna kiasan.
- Nilai Kepahlawanan (Patriotik): Nilai yang berkaitan dengan sikap yang berani, pantang menyerah dan rela berkorban demi bangsa dan negara.
- Nilai ekonomi: Nilai yang berkaitan dengan usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup.
- Nilai politik: Nilai yang berkaitan dengan pemikiran dalam mengatur kelangsungan hidup bermasyarakat maupun bernegara.
G. Karakteristik Hikayat
- Kisah kemustahilan: Cerita pada hikayat berkarakteristik sulit untuk di nalar atau diterima akal.
- Tokoh yang sakti: Tokoh pada cerita hikayat biasanya berkarakteristik memiliki memiliki kekuatan supernatural atau sakti yang tidak mungkin manusia normal memiki kekuatan seperti itu.
- Istana Sentris: Cerita hikayat berkarakteristik pusat cerita di lingkungan istana dan berlatar belakang kerajaan.
- Anonim: Cerita hikayat berkarakteristik tidak diketahui siapa pengarang cerita hikayat tersebut, karena penyampaian cerita hikayat dilakukan dari lisan ke lisan.
H. Contoh Cerita Hikayat
Contoh Hikayat dari Jenisnya:
- Contoh Hikayat Melayu: Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Panca Tanderan, Hikayat Hang Tuah, Hikayat si Miskin.
- Contoh Hikayat Jawa: Hikayat Panji Semirang, Hikayat cekel weneng pati, Hikayat Indera Jaya (Angkling Darma).
- Contoh Hikayat India: Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Sri Rama, Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Sang Boma, HIkayat Perang Pandhawa.
- Contoh Hikayat Arab-Persia: Hikayat seribu satu malam, Hikayat bachtiar, Hikayat amir Hamzah.
Contoh Cerita Hikayat
Contoh Cerita: Hikayat Indera Bangsawan
Hikayat Indera Bangsawan
Tersebutlah perkataan seorang raja yang bernama Indera Bungsu dari Negeri Kobat Syahrial. Setelah berapa lama di atas kerajaan, tiada juga beroleh putra. Maka pada suatu hari, ia pun menyuruh orang membaca doa qunut dan sedekah kepada fakir dan miskin. Hatta beberapa lamanya, Tuan Puteri Siti Kendi pun hamillah dan bersalin dua orang putra laki-laki. Adapun yang tua keluarnya dengan panah dan yang muda dengan pedang. Maka baginda pun terlalu amat sukacita dan menamai anaknya yang tua Syah Peri dan anaknya yang muda Indera Bangsawan.
Maka anakanda baginda yang dua orang itu pun sampailah usia tujuh tahun dan dititahkan pergi mengaji kepada Mualim Sufian. Sesudah tahu mengaji, mereka dititah pula mengaji kitab usul, fikih, hingga saraf, tafsir sekaliannya diketahuinya. Setelah beberapa lamanya, mereka belajar pula ilmu senjata, ilmu hikmat, dan isyarat tipu peperangan. Maka baginda pun bimbanglah, tidak tahu siapa yang patut dirayakan dalam negeri karena anaknya kedua orang itu sama-sama gagah. Jikalau baginda pun mencari muslihat; ia menceritakan kepada kedua anaknya bahwa ia bermimpi bertemu dengan seorang pemuda yang berkata kepadanya: barang siapa yang dapat mencari buluh perindu yang dipegangnya, ialah yang patut menjadi raja di dalam negeri.
Setelah mendengar kata-kata baginda, Syah Peri dan Indera Bangsawan pun bermohon pergi mencari buluh perindu itu. Mereka masuk hutan keluar hutan, naik gunung turun gunung, masuk rimba keluar rimba, menuju ke arah matahari hidup.
Maka datang pada suatu hari, hujan pun turunlah dengan angin ribut, taufan, kelam kabut, gelap gulita dan tiada kelihatan barang suatu pun. Maka Syah Peri dan Indera Bangsawan pun bercerailah. Setelah teduh hujan ribut, mereka pun pergi saling cari mencari.
Tersebut pula perkataan Syah Peri yang sudah bercerai dengan saudaranya Indera Bangsawan. Maka ia pun menyerahkan dirinya kepada Allah Subhanahuwata’ala dan berjalan dengan sekuat-kuatnya.
Beberapa lama di jalan, sampailah ia kepada suatu taman, dan bertemu sebuah mahligai. Ia naik ke atas mahligai itu dan melihat sebuah gendang tergantung. Gendang itu dibukanya dan dipukulnya. Tiba-tiba ia terdengar orang yang melarangnya memukul gendang itu. Lalu diambilnya pisau dan ditorehnya gendang itu, maka Puteri Ratna Sari pun keluarlah dari gendang itu. Puteri Ratna Sari menerangkan bahwa negerinya telah dikalahkan oleh Garuda. Itulah sebabnya ia ditaruh orangtuanya dalam gendang itu dengan suatu cembul. Di dalam cembul yang lain ialah perkakas dan dayangdayangnya. Dengan segera Syah Peri mengeluarkan dayang-dayang itu. Tatkala Garuda itu datang, Garuda itu dibunuhnya. Maka Syah Peri pun duduklah berkasih-kasihan dengan Puteri Ratna Sari sebagai suami istri dihadap oleh segala dayang-dayang dan inang pengasuhnya.
Tersebut pula perkataan Indera Bangsawan pergi mencari saudaranya. Ia sampai di suatu padang yang terlalu luas. Ia masuk di sebuah gua yang ada di padang itu dan bertemu dengan seorang raksasa. Raksasa itu menjadi neneknya dan menceritakan bahwa Indera Bangsawan sedang berada di negeri Antah Berantah yang diperintah oleh Raja Kabir.
Adapun Raja Kabir itu takluk kepada Buraksa dan akan menyerahkan putrinya, Puteri Kemala Sari sebagai upeti. Kalau tiada demikian, negeri itu akan dibinasakan oleh Buraksa. Ditambahkannya bahwa Raja Kabir sudah mencanangkan bahwa barang siapa yang dapat membunuh Buraksa itu akan dinikahkan dengan anak perempuannya yang terlalu elok parasnya itu. Hatta berapa lamanya Puteri Kemala Sari pun sakit mata, terlalu sangat. Para ahli nujum mengatakan hanya air susu harimau yang beranak mudalah yang dapat menyembuhkan penyakit itu. Baginda bertitah lagi. “Barang siapa yang dapat susu harimau beranak muda, ialah yang akan menjadi suami tuan puteri.”
Setelah mendengar kata-kata baginda, si Hutan pun pergi mengambil seruas buluh yang berisi susu kambing serta menyangkutkannya pada pohon kayu. Maka ia pun duduk menunggui pohon itu. Sarung kesaktiannya dikeluarkannya, dan rupanya pun kembali seperti dahulu kala.
Hatta datanglah kesembilan orang anak raja meminta susu kambing yang disangkanya susu harimau beranak muda itu. Indera Bangsawan berkata susu itu tidak akan dijual dan hanya akan diberikan kepada orang yang menyediakan pahanya diselit besi hangat. Maka anak raja yang sembilan orang itu pun menyingsingkan kainnya untuk diselit Indera Bangsawan dengan besi panas. Dengan hati yang gembira, mereka mempersembahkan susu kepada raja, tetapi tabib berkata bahwa susu itu bukan susu harimau melainkan susu kambing. Sementara itu, Indera Bangsawan sudah mendapat susu harimau dari raksasa (neneknya) dan menunjukkannya kepada raja.
Tabib berkata itulah susu harimau yang sebenarnya. Diperaskannya susu harimau ke mata Tuan Puteri. Setelah genap tiga kali diperaskan oleh tabib, maka Tuan Puteripun sembuhlah. Adapun setelah Tuan Puteri sembuh, baginda tetap bersedih. Baginda harus menyerahkan tuan puteri kepada Buraksa, raksasa laki-laki apabila ingin seluruh rakyat selamat dari amarahnya. Baginda sudah kehilangan daya upaya.
Hatta sampailah masa menyerahkan Tuan Puteri kepada Buraksa. Baginda berkata kepada sembilan anak raja bahwa yang mendapat jubah Buraksa akan menjadi suami Puteri. Untuk itu, nenek Raksasa mengajari Indera Bangsawan. Indera Bangsawan diberi kuda hijau dan diajari cara mengambil jubah Buraksa yaitu dengan memasukkan ramuan daun-daunan ke dalam gentong minum Buraksa. Saat Buraksa datang hendak mengambil Puteri, Puteri menyuguhkan makanan, buah-buahan, dan minuman pada Buraksa. Tergoda sajian yang lezat itu tanpa pikir panjang Buraksa menghabiskan semuanya lalu meneguk habis air minum dalam gentong.
Tak lama kemudian Buraksa tertidur. Indera Bangsawan segera membawa lari Puteri dan mengambil jubah Buraksa. Hatta Buraksa terbangun, Buraksa menjadi lumpuh akibat ramuan daun-daunan dalam air minumnya.
Kemudian sembilan anak raja datang. Melihat Buraksa tak berdaya, mereka mengambil selimut Buraksa dan segera menghadap Raja. Mereka hendak mengatakan kepada Raja bahwa selimut Buraksa sebagai jubah Buraksa.
Sesampainya di istana, Indera Bangsawan segera menyerahkan Puteri dan jubah Buraksa. Hata Raja mengumumkan hari pernikahan Indera Bangsawan dan Puteri. Saat itu sembilan anak raja datang. Mendengar pengumuman itu akhirnya mereka memilih untuk pergi. Mereka malu kalau sampai niat buruknya berbohong diketahui raja dan rakyatnya.
Sumber: Buku Kesusastraan Melayu Klasik
Contoh Cerita: Hikayat Bayan Budiman
Hikayat Bayan Budiman
Sebermula ada saudagar di negara Ajam. Khojan Mubarok namanya, terlalu amat kaya, akan tetapi ia tiada beranak. Tak seberapa lama setelah ia berdoa kepada Tuhan, maka saudagar Mubarok pun beranaklah istrinya seorang anak laki-laki yang diberi nama Khojan Maimun.
Setelah umurnya Khojan Maimun lima tahun, maka diserahkan oleh bapaknya mengaji kepada banyak guru sehingga sampai umur Khojan Maimun lima belas tahun. Ia dipinangkan dengan anak saudagar yang kaya, amat elok parasnya, namanya Bibi Zainab. Hatta beberapa lamanya Khojan Maimun beristri itu, ia membeli seekor burung bayan jantan. Maka beberapa di antara itu ia juga membeli seekor tiung betina, lalu di bawanya ke rumah dan ditaruhnya hampir sangkaran bayan juga.
Pada suatu hari Khojan Maimun tertarik akan perniagaan di laut, lalu minta izinlah dia kepada istrinya. Sebelum dia pergi, berpesanlah dia pada istrinya itu, jika ada barang suatu pekerjaan, mufakatlah dengan dua ekor unggas itu, hubaya-hubaya jangan tiada, karena fitnah di dunia amat besar lagi tajam daripada senjata.
Hatta beberapa lama ditinggal suaminya, ada anak Raja Ajam berkuda lalu melihatnya rupa Bibi Zainab yang terlalu elok. Berkencanlah mereka untuk bertemu melalui seorang perempuan tua. Maka pada suatu malam, pamitlah Bibi Zainab kepada burung tiung itu hendak menemui anak raja itu. Maka bernasihatlah ditentang perbuatannya yang melanggar aturan Allah Swt. Maka marahlah istri Khojan Maimun dan disentakkannya tiung itu dari sangkarnya dan dihempaskannya sampai mati.
Lalu Bibi Zainab pun pergi mendapatkan bayan yang sedang berpurapura tidur. Maka bayan pun berpura-pura terkejut dan mendengar kehendak hati Bibi Zainab pergi mendapatkan anak raja. Maka bayan pun berpikir bila ia menjawab seperti tiung maka ia juga akan binasa. Setelah ia sudah berpikir demikian itu, maka ujarnya, “Aduhai Siti yang baik paras, pergilah dengan segeranya mendapatkan anak raja itu. Apa pun hamba ini haraplah tuan, jikalau jahat sekalipun pekerjaan tuan, Insya Allah di atas kepala hambalah menanggungnya. Baiklah tuan sekarang pergi, karena sudah dinanti anak raja itu. Apatah dicari oleh segala manusia di dunia ini selain martabat, kesabaran, dan kekayaan?
Adapun akan hamba, tuan ini adalah seperti hikayat seekor unggas bayan yang dicabut bulunya oleh tuannya seorang istri saudagar.”
Maka berkeinginanlah istri Khojan Maimun untuk mendengarkan cerita tersebut. Maka Bayanpun berceritalah kepada Bibi Zainab dengan maksud agar ia dapat memperlalaikan perempuan itu. Hatta setiap malam, Bibi Zainab yang selalu ingin mendapatkan anak raja itu, dan setiap berpamitan dengan bayan. Maka diberilah ia cerita-cerita hingga sampai 24 kisah dan 24 malam. Burung tersebut bercerita, hingga akhirnyalah Bibi Zainab pun insaf terhadap perbuatannya dan menunggu suaminya Khojan Maimum pulang dari rantauannya.
Burung Bayan tidak melarang malah dia menyuruh Bibi Zainab meneruskan rancangannya itu, tetapi dia berjaya menarik perhatian serta melalaikan Bibi Zainab dengan cerita-ceritanya. Bibi Zainab terpaksa menangguh dari satu malam ke satu malam pertemuannya dengan putera raja. Begitulah seterusnya sehingga Khoja Maimun pulang dari pelayarannya.
Bayan yang bijak bukan sahaja dapat menyelamatkan nyawanya, tetapi juga dapat menyekat isteri tuannya daripada menjadi isteri yang curang. Dia juga dapat menjaga nama baik tuannya serta menyelamatkan rumah tangga tuannya. Antara cerita bayan itu ialah mengenai seekor bayan yang mempunyai tiga ekor anak yang masih kecil. Ibu bayan itu menasihatkan anak-anaknya supaya jangan berkawan dengan anak cerpelai yang tinggal berhampiran. Ibu bayan telah bercerita kepada anak-anaknya tentang seekor anak kera yang bersahabat dengan seorang anak saudagar. Pada suatu hari mereka berselisih faham. Anak saudagar mendapat luka di tangannya. Luka tersebut tidak sembuh melainkan diobati dengan hati kera. Maka saudagar itupun menangkap dan membunuh anak kera itu untuk mengobati anaknya.
Sumber: Kesusasteraan Melayu Klasik dengan penyesuaian
Contoh Cerita: Hikayat Bunga Kemuning
Hikayat Bunga Kemuning
Dahulu kala, ada seorang raja yang memiliki sepuluh orang putri yang cantik-cantik. Sang raja dikenal sebagai raja yang bijaksana, tetapi ia terlalu sibuk dengan kepemimpinannya. Krena itu, ia tidak mampu untuk mendidik anak-anaknya. Istri sang raja sudah meninggal ketika melahirkan anaknya yang bungsu sehingga anak sang raja diasuh oleh inang pengasuh. Putri-putri raja menjadi manja dan nakal. Mereka hanya suka bermain di danau. Mereka tak mau belajar dan juga tak mau membantu ayah mereka. Pertengkaran sering terjadi di antara mereka.
Kesepuluh putri itu dinamai dengan nama-nama warna. Putri Sulung bernama Putri Jambon. Adik-adiknya dinamai Putri Jingga, Putri Nila, Putri Hijau, Putri Kelabu, Putri Oranye, Putri Merah Merona, dan Putri Kuning.
Baju yang mereka pakai pun berwarna sama dengan nama mereka. Dengan begitu, sang raja yang sudah tua dapat mengenali mereka dari jauh. Meskipun kecantikan mereka hampir sama, si bungsu Putri Kuning sedikit berbeda, ia tak terlihat manja dan nakal. Sebaliknya ia selalu riang dan dan tersenyum ramah kepada siapapun. Ia lebih suka berpergian dengan inang pengasuh daripada dengan kakak-kakaknya.
Pada suatu hari, raja hendak pergi jauh. Ia mengumpulkan semua putri-putrinya. “Aku hendak pergi jauh dan lama. Oleh-oleh apakah yang kalian inginkan?” tanya raja.
“Aku ingin perhiasan yang mahal,” kata Putri Jambon.
“Aku mau kain sutra yang berkilau-kilau,” kata Putri Jingga. 9 anak raja meminta hadiah yang mahal-mahal pada ayahanda mereka. Lain halnya dengan Putri Kuning. Ia berpikir sejenak, lalu memegang lengan ayahnya.
“Ayah, aku hanya ingin ayah kembali dengan selamat,” katanya. Kakakkakaknya tertawa dan mencemoohkannya.
“Anakku, sungguh baik perkataanmu. Tentu saja aku akan kembali dengan selamat dan kubawakan hadiah indah buatmu,” kata sang raja. Tak lama kemudian, raja pun pergi.
Selama sang raja pergi, para putri semakin nakal dan malas. Mereka sering membentak inang pengasuh dan menyuruh pelayan agar menuruti mereka. Karena sibuk menuruti permintaan para putri yang rewel itu, pelayan tak sempat membersihkan taman istana. Putri Kuning sangat sedih melihatnya karena taman adalah tempat kesayangan ayahnya. Tanpa ragu, Putri Kuning mengambil sapu dan mulai membersihkan taman itu. Daundaun kering dirontokkannya, rumput liar dicabutnya, dan dahan-dahan pohon dipangkasnya hingga rapi. Semula inang pengasuh melarangnya, namun Putri Kuning tetap berkeras mengerjakannya.
Kakak-kakak Putri Kuning yang melihat adiknya menyapu, tertawa keras-keras. “Lihat tampaknya kita punya pelayan baru,” kata seorang di antaranya.
“Hai pelayan! Masih ada kotoran nih!” ujar seorang yang lain sambil melemparkan sampah. Taman istana yang sudah rapi, kembali acak-acakan. Putri Kuning diam saja dan menyapu sampah-sampah itu. Kejadian tersebut terjadi berulang-ulang sampai Putri Kuning kelelahan. Dalam hati ia bisa merasakan penderitaan para pelayan yang dipaksa mematuhi berbagai perintah kakak-kakaknya.
“Kalian ini sungguh keterlaluan. Mestinya ayah tak perlu membawakan apa-apa untuk kalian. Bisanya hanya mengganggu saja!” kata Putri Kuning dengan marah.
“Sudah ah, aku bosan. Kita mandi di danau saja!” ajak Putri Nila. Mereka meninggalkan Putri Kuning seorang diri. Begitulah yang terjadi setiap hari, sampai ayah mereka pulang.
Ketika sang raja tiba di istana, kesembilan putrinya masih bermain di danau, sementara Putri Kuning sedang merangkai bunga di teras istana. Mengetahui hal itu, raja menjadi sangat sedih.
“Anakku yang rajin dan baik budi! Ayahmu tak mampu memberi apaapa selain kalung batu hijau ini, bukannya warna kuning kesayanganmu!” kata sang raja. Raja memang sudah mencari-cari kalung batu kuning di berbagai negeri, namun benda itu tak pernah ditemukannya.
“Sudahlah Ayah, tak mengapa. Batu hijau pun cantik! Lihat, serasi benar dengan bajuku yang berwarna kuning,” kata Putri Kuning dengan lemah lembut.
“Yang penting, ayah sudah kembali. Akan kubuatkan teh hangat untuk ayah,” ucapnya lagi. Ketika Putri Kuning sedang membuat teh, kakak-kakaknya berdatangan. Mereka ribut mencari hadiah dan saling memamerkannya. Tak ada yang ingat pada Putri Kuning, apalagi menanyakan hadiahnya.
Keesokan hari, Putri Hijau melihat Putri Kuning memakai kalung barunya. “Wahai adikku, bagus benar kalungmu! Seharusnya kalung itu menjadi milikku, karena aku adalah Putri Hijau!” katanya dengan perasaan iri.
“Ayah memberikannya padaku, bukan kepadamu,” sahut Putri Kuning. Mendengarnya, Putri Hijau menjadi marah. Ia segera mencari saudarasaudaranya dan menghasut mereka.
“Kalung itu milikku, namun ia mengambilnya dari saku ayah. Kita harus mengajarinya berbuat baik!” kata Putri Hijau. Mereka lalu sepakat untuk merampas kalung itu. Tak lama kemudian, Putri Kuning muncul. Kakak-kakaknya menangkapnya dan memukul kepalanya. Tak disangka, pukulan tersebut menyebabkan Putri Kuning meninggal.
Sumber: Kesusastraan Melayu Klasik dengan penyesuaian.
Terima kasih materinya kak...
ReplyDelete